NSMNEWS||SEMARANG – Pengembangan lahan perumahan Elang Hill’s yang berada di Jalan Kolonel HR Hadijanto Sukorejo Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang Jawa Tengah di duga menyalahi aturan.Selasa/24/12/2024.
Saat tim Media NSMNEWS dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) PEKAT Kota Semarang melintas dijalan Kolonel HR Hadijanto Sukorejo Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang Jawa Tengah proyek pengembangan perumahan Elang Hill’s di duga menyalahi aturan resmi pemerintah.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau.
Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Jawa Tengah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Ruang Terbuka Hijau.
Bahwa pengendalian Ruang Terbuka Hijau merupakan salah
satu wujud penataan ruang yang berfungsi mengamankan
keberadaan kawasan yang berfungsi lindung perkotaan
sebagai resapan air di perkotaan.
Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, tuntutan perkembangan
penataan ruang serta kebijakan pemerintah daerah secara
langsung maupun tidak langsung berdampak pada
pelaksanaan ruang di daerah khususnya pada Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang, rencana penyediaan dan pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau pada masing-masing Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten atau Kota paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari luar wilayah kota dan apabila sudah
tercapai luasan tersebut harus dipertahankan keberadaanya.
Seharusnya ini menjadi perhatian dan juga tanggung jawab Pemerintah Kota Semarang yang mana proyek Elang Hill’s sudah merusak ekosistem alam yang bisa berdampak pada kelestarian lingkungan, apalagi proyek tersebut sudah berjalan dan tidak menyertakan papan ijin pekerjaan.
Padahal ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi untuk mendapatkan IMB atau PBG di Kota Semarang.
Kalau kita cermati bersama Lahan hijau atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki banyak fungsi, di antaranya:
Ekologi
RTH berfungsi sebagai paru-paru kota karena menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. RTH juga dapat membantu mengurangi polusi udara, meredam kebisingan, dan menurunkan suhu.
Kehidupan
RTH menyediakan habitat bagi satwa liar dan meningkatkan keanekaragaman hayati.
Air
RTH dapat membantu mengurangi limpasan air hujan dan meningkatkan penyerapan air. RTH juga dapat mengurangi risiko tergenangnya pemukiman saat hujan lebat.
Iklim
RTH dapat membantu menjaga suhu udara dan iklim yang nyaman.
Sosial
RTH dapat menjadi tempat rekreasi, sarana interaksi sosial, dan tetenger kota yang berbudaya.
Estetika
RTH dapat memperindah pemukiman, perkantoran, sekolah, mall, dan lain-lain.
Pendidikan
RTH dapat menjadi sarana belajar untuk mempelajari alam.
Ekonomi
Jenis-jenis tanaman tertentu di RTH dapat memiliki nilai jual dan nilai konsumsi yang lumayan.
RTH dapat dikelompokkan menjadi RTH privat dan RTH publik. RTH privat dimiliki oleh institusi tertentu atau orang perseorangan, sedangkan RTH publik dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten.
Dalam hal ini pengembang telah menyalahi aturan terkait undang-undang Ruang Terbuka Hijau (RTH) adapun pelanggarannya kami jabarkan sebagai berikut.
Undang-Undang (UU) yang mengatur tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam UU tersebut, diatur bahwa minimal 30% dari luas wilayah kota harus digunakan untuk RTH.
Selain UU, ada juga beberapa peraturan terkait RTH, yaitu:
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Jawa Tengah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Ruang Terbuka Hijau.
Bahwa pengendalian Ruang Terbuka Hijau merupakan salah
satu wujud penataan ruang yang berfungsi mengamankan
keberadaan kawasan yang berfungsi lindung perkotaan
sebagai resapan air di perkotaan.
Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, tuntutan perkembangan
penataan ruang serta kebijakan pemerintah daerah secara
langsung maupun tidak langsung berdampak pada
pelaksanaan ruang di daerah khususnya pada Ruang Terbuka Hijau.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang, rencana penyediaan dan pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau pada masing-masing Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari luar wilayah kota dan apabila sudah
tercapai luasan tersebut harus dipertahankan keberadaanya.
Kami selaku kontrol sosial ( PEKAT IB JATENG ) Menyimpulkan bahwasanya : RTH ( ruang terbuka hijau )
Sebagai mana di maksut adalah ruang terbuka yg sifatnya untuk umum yang mana
“zona hijau tidak bisa digunakan atau di bagun lahan perumahan atau pemukiman tempat tinggal.” Lokasi itu merupakan
area rekreasi bagi penghuni atau masyarakat sekitar dan membantu meningkatkan keindahan serta kualitas lingkungan.
Adapun
kewajiban developer perumahan menyediakan RTH mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau.
Developer diminta menyediakan sedikitnya 30 persen lahan pembangunan perumahan untuk ruang terbuka hijau.
Dan apabila hal itu tidak di indahkan dalam mengajukan perijinan
pembangunan perumahan untu
Perijinan baik ijin KRK,amdal atau ijin lainya harusnya tidak dapat di wujudkan karena sudah melanggaran aturan perundangan,. Tegas Joko.
Keberadaan Perumahan Elang Hills menurut Susilo H. Prasetiyo melanggar Perda No. 5 Tahun 2021 Tentang Perubahan Perda No.14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 -2031 Pasal 59 yang dibuat oleh Pemerintah Kota Semarang, munculnya KRK pada Perumahan tersebut di duga ada indikasi konspirasi persekongkolan yang mengarah dugaan gratifikasi dengan lolosnya KRK di Perumahan tersebut.
Sebab sdh tertera dengan jelas bahwa rencana pembangunan di wilayah Gunungpati bukan untuk Perumahan tetapi pengembangan rehabilitasi kawasan resapan air yang gundul melalui penghijauan.
“Bagaimana mungkin sudah di perjelas di Perda RTRW yang mengatakan bahwa Kecamatan Gunungpati menjadi prioritas pengembangan rehabilitasi kawasan resapan air yang gundul melalui penanaman pohon kembali sebagai area wilayah penghijauan, Kecamatan Gunungpati adalah penyangga resapan air untuk wilayah daerah bawah kota Semarang agar wilayah bawah Kota Semarang terhindar dari Banjir yang menjadi momok warga Kota Semarang.
Keluarnya KRK untuk pembangunan Perumahan Elang Hills patut di pertanyakan, apakah sudah ada studi amdal lingkungannya terkait munculnya KRK Perumahan tersebut, ” Jelas Susilo H. Prasetiyo Ketum RPK-RI.
“Dan mengenai klarifikasi surat ke Dinas Distaru oleh RPK-RI yang belum di tanggapi oleh Kadinas Distaru, RPK-RI akan menempuh jalur Sengketa KIP, ” Ujar Susilo Ketum RPK-RI
“Kalau ijin Amdal dari Dinas LH bisa keluar sebagai salah satu persyaratan KRK, maka kita akan pertanyakan, sampai saat ini dokumen Amdal dan KRK, belum di tunjukkan kepada RPK-RI, terkait klarifikasi yang sdh di kirim oleh RPK-RI Ke Dinas Distaru Kota Semarang, ” Tandas Susilo.
Seharusnya ini menjadi perhatian dan juga tanggung jawab Pemerintah Kota Semarang yang mana proyek Elang Hill’s sudah merusak ekosistem alam yang bisa berdampak bencana banjir,kelestarian lingkungan, apalagi proyek tersebut sudah berjalan dan tidak menyertakan papan ijin pekerjaan.
Saat berita di unggah belum adanya konfirmasi dari pihak pengembang perumahan Elang Hill’s.
TIM//FRN
GA
REDAKSI//NSMNEWS